PN Blitar Tolak Praperadilan Kasus Korupsi Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Kota Blitar, Penasehat Hukum Tersangka Pertanyakan Pertimbangan Hakim

Sidang Putusan Praperadilan Kasus Dugaan Korupsi IPAL Kota Blitar

Blitar, insanimedia.id – Gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Blitar yang dilakukan oleh tersangka GTH dalam kasus dugaan korupsi pembangunan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) ditolak oleh majelis hakim.

Penasehat Hukum tersangka, Suyanto, SH MH mempertanyakan pertimbangan hakim yang menjadi dasar memutuskan praperadilan ini.  Dalam pertimbangan hakim, menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 2 tahun 2024.

Suyanto mengatakan, bahwa SEMA nomor 2 tahun 2024 ini baru berlaku dan ditetapkan pada 17 Desember 2024 lalu. Sementara kliennya ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Negeri Blitar pada 9 Desember 2024.

“Mana bisa aturan yang baru berlaku digunakan untuk kasus yang sebelumnya. Hukum kan tidak berlaku surut,” ungkap Suyanto usai persidangan di PN Blitar, Senin (13/01/2024) sore.

Suyanto bersama rekan-rekannya Hendi Priono, SH MH dan Joko Trisno Murdianto, SH mengatakan bahwa seharusnya yang digunakan untuk pertimbangan Majelis Hakim adalah SEMA Nomor 4 tahun 2016.

Menurutnya dalam SEMA nomor 4 tahun 2016 yang berhak melakukan audit adalah BPK, inspektorat, SKPD/ akuntan publik yang tersertifikasi.

Sementara itu, Ia menilai yang melakukan audit pada dugaan korupsi IPAL di Kota Blitar adalah seorang dosen. Dasar alat bukti yang digunakan untuk menjadikan kliennya tersangka salah satunya adalah laporan hasil perbandingan volume antara mutual check 100 % dengan Observasi Ahli.

Alat bukti tersebut selain merupakan analisis seorang Dosen Ahli Teknik (Ir. Edi Santoso, MT) yang dinilainya bukan akuntan publik.

Proyek dengan total anggaran Rp 1,475 miliar ini bersumber dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk Kota Blitar.   

Penasehat hukum GTH akan melaporkan penggunaan peraturan yang seharusnya tidak digunakan untuk kliennya ini ke Mahkamah Yudisial (KY).

“Ini kan asas hukumnya non retroaktif yakni asas yang menyatakan suatu undang-undang hanya berlaku untuk kasus yang terjadi setelahnya,” ungkapnya.

Sementara itu, Hakim Tunggal Praperadilan PN Blitar M Iqbal Hutabarat, SH. MH mengatakan, bahwa PN menolak praperadilan ini karena seluruh proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Blitar sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP).

Selain itu, PN Blitar menilai adanya dua alat bukti, yakni keterangan ahli dan keterangan saksi sudah memenuhi SOP penyidik Kejaksaan Negeri Blitar dalam proses penyelidikan dan penyidikan.

Pertimbangan lain Hakim Tunggal PN Blitar menolak praperadilan ini selain SEMA nomor 2 tahun 2024 adalah Putusan MK nomor 3 tahun 2006 dan SEMA nomor 4 tahun 2006.