BLITAR, insanimedia.id – Himpunan Mahasiswa Islam (HmI) Cabang Blitar menekan penyelesaian kasus bully (perundungan) yang terjadi terhadap siswi SMP di Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar dengan tegas. Pasalnya dalam rekaman video yang menampilkan tindakan yang disertai penganiayaan ini menunjukkan adanya banyak penyimpangan sosial.
Ketua HmI Cabang Blitar, Qithfirul Aziz menekankan adanya penyelidikan mendalam terhadap kasus ini. Sebab terdapat berbagai bentuk penyimpangan yang terekam dalam kasus perundungan tersebut.
“Miris sekali ya saat melihat rekaman tersebut, kami melihat adanya indikasi penyimpangan yang dilakukan anak yang berkonflik dengan hukum ini, mulai dari penganiayaan secara fisik, lontaran kata-kata yang tidak pantas serta salah satu terduga anak yang berkonflik dengan hukum tengah memegang rokok,” jelasnya.
Dalam rekaman video tersebut menunjukan aksi perundungan yang dilakukan tiga perempuan dibawah umur terhadap satu perempuan yang merupakan temannya. Dari hasil penyidikan tim kepolisian, diketahui jika aksi ini dilatar belakangi kisah asmara.
Bahkan aksi ini dilakukan dihadapan beberapa teman laki-lakinya. Mirisnya tidak ada satupun dari mereka yang mencoba melerai atau menghentikan aksi menyimpang tersebut.
Qithfirul menekankan agar proses terhadap kasus tersebut dilakukan secara mendalam dan tegas agar terduga anak yang berkonflik dengan hukum ini dapat memberikan perubahan terhadap moralitasnya.
“Selain mengutamakan penegakan hukum secara restorative justice, tentunya penegakan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum tersebut harus dilakukan dengan tegas, karena terdapat indikasi unsur perencanaan dan kesengajaan dalam kasus ini,” imbuhnya.
Selain itu, Ia juga berharap adanya pemeriksaan psikologis mendalam terhadap terduga anak yang berkonflik dengan hukum untuk mengetahui kondisi psikis anak tersebut. Kasus perundungan yang melibatkan banyak anak dibawah umur tersebut bermula dari konflik asmara saat korban memfollow akun media sosial teman lelakinya.
“Aksi premanisme atau perundungan yang dilakukan anak tentunya terjadi akibat beberapa faktor, namun jika melihat kejadian ini tentu perlu diperhatikan kondisi psikologis dari terduga anak yang berkonflik dengan hukum tersebut ya,” terangnya.
Ia juga berharap pendampingan psikis ini juga diberikan pada korban. Selain itu, kondisi korban juga perlu diselidiki agar tidak ada efek yang ditimbulkan ketika sudah dewasa.

Peran sekolah dan orang tua tentunya penting dalam pendampingan tumbuh kembang psikologis seorang anak. Apalagi para anak yang berurusan dengan hukum di kasus perundungan ini masih pelajar SMP.
Usia anak menginjak remaja ini perlu pengawasan yang ketat baik dari pihak orang tua dan sekolah. “Sekolah wajib memberikan pendidikan norma dan etika terhadap siswa, tidak hanya pelajaran formal, namun juga moral,” tegasnya.
Tidak hanya itu, orag tua juga wajib mengawasi anaknya yang sedang dalam masa pertumbuhan. Selepas dari sekolah, peran orang tua lebih dominan dalam mendapingi dan mengawasi anak.
Kemudahan akses media sosial dan juga fasilitas di rumah seperti penggunaan sepeda motor pada anak yang belum cukup umur untuk mengendarai kendaraan juga berpengaruh terhadap lingkungan. Saat anak keluar rumah, orang tua kerap kali lalai dalam mengawasi anaknya.
“Mendidik anak ini menjadi tanggungjawab semua, baik orang tua dan negara keduanya wajib hadir untuk mempersiapkan mental generasi emas Indonsia 2045,” pungkasnya.