Insanimedia.id – Program kerja 100 hari pertama sering kali menjadi tolak ukur awal untuk melihat keseriusan dan arah kepemimpinan seorang kepala daerah. Rano Karno, sosok publik yang kini dipercaya memimpin daerah, datang dengan banyak janji perubahan saat kampanye.
Namun, dalam pandangan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), langkah-langkah yang diambil dalam seratus hari pertama ini masih jauh dari harapan masyarakat, khususnya generasi muda dan kelompok rentan.
Sejumlah program yang diluncurkan dalam masa ini, seperti bantuan UMKM, penataan infrastruktur, dan reformasi birokrasi, terlihat masih bersifat seremonial dan belum berdampak signifikan terhadap kehidupan rakyat. HMI mencermati bahwa sebagian program belum menyentuh akar masalah, melainkan lebih pada pendekatan populis dan pencitraan belaka.
Contohnya, program revitalisasi pasar tradisional yang disebut akan menghidupkan ekonomi rakyat justru belum menjangkau pedagang kecil di tingkat bawah. Bantuan permodalan masih terfokus pada kelompok usaha menengah yang sudah relatif mapan. Ini menandakan bahwa orientasi kebijakan belum sepenuhnya berpihak kepada ekonomi kerakyatan.
Dalam sektor pendidikan dan kesehatan, yang menjadi kebutuhan mendasar masyarakat, belum ada terobosan kebijakan yang terasa. Akses pendidikan bagi masyarakat miskin masih menjadi persoalan serius, sementara kualitas layanan kesehatan belum menunjukkan perbaikan berarti. Rakyat kecil masih menghadapi antrean panjang, fasilitas terbatas, dan pelayanan yang tidak manusiawi di sejumlah rumah sakit daerah.
Persoalan banjir yang kerap melanda beberapa wilayah strategis juga belum ditangani secara serius. Penanganan infrastruktur drainase masih bersifat sementara, dan belum ada solusi jangka panjang berbasis tata ruang yang jelas.
Masyarakat masih harus menghadapi genangan air yang mengganggu aktivitas harian serta merugikan sektor ekonomi lokal. Di sisi lain, lapangan pekerjaan masih menjadi problem utama.
Janji menciptakan ribuan peluang kerja belum terwujud, bahkan belum terlihat kerangka implementasinya. Anak muda lulusan SMA dan perguruan tinggi masih sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, sementara angka pengangguran cenderung stagnan dalam 100 hari terakhir.
Reformasi birokrasi yang digembar-gemborkan pun masih berada pada tataran teknis, seperti rotasi jabatan dan efisiensi administrasi. Padahal, esensi dari reformasi birokrasi adalah membangun pelayanan publik yang profesional, bersih, dan akuntabel. HMI menilai reformasi ini belum menyentuh substansi, karena belum ada transparansi yang kuat dalam sistem pengambilan keputusan maupun penyusunan anggaran.
Meski demikian, HMI menyadari bahwa membangun daerah bukan perkara mudah, dan tidak semua hal dapat diselesaikan dalam 100 hari. Namun, seratus hari pertama seharusnya menjadi momen penegasan arah kepemimpinan dan penanaman fondasi kebijakan yang kuat, bukan sekadar ajang selebrasi.
Ke depan, HMI mendesak agar Rano Karno lebih membuka ruang dialog dengan masyarakat sipil, termasuk organisasi mahasiswa, aktivis, dan tokoh masyarakat. Partisipasi publik bukan hanya diperlukan, tetapi wajib menjadi bagian dari tata kelola pemerintahan yang demokratis dan responsif.
Sebagai agen perubahan, HMI akan terus mengawal jalannya pemerintahan dengan sikap kritis dan independen. Kritik kami bukan untuk menjatuhkan, tetapi untuk mengingatkan bahwa kepemimpinan adalah amanah besar. Harapan masyarakat bukan sekadar ingin melihat jalan mulus dan gedung megah, tetapi ingin merasakan keadilan, kesejahteraan, dan masa depan yang lebih baik.
Rano Karno masih punya waktu. Tapi 100 hari ini telah memberi gambaran awal. Semoga evaluasi ini menjadi bahan refleksi, bukan bahan defensif.