BLITAR, insanimedia.id ~ Rakyat Tuntut Amanat Keadilan (Ratu Adil) bersama dengan FMR dan KRPK menilai selama ini tata kelola tambang di Kabupaten Blitar minim pendapatan asli daerah (PAD). Untuk itu, mereka mendatangi Kantor Pemkab Blitar di Kanigoro Kabupaten Blitar, Senin (02/09/2024).
Ketua Ratu Adil, Muhammad Trijanto mengatakan, bahwa selama ini ada beberapa persoalan di Kabupaten Blitar. Bahkan persoalan yang sudah terjadi bertahun-tahun ini belum ada tindak lanjut dari Pemerintah Kabupaten Blitar.
Trijanto menyebutkan, beberapa permasalah yang harus segera ditindak lanjuti tersebut di antaranya, terkait dengan hasil audit BPK tentang tindak lanjut yang harus dilakukan selama 60 hari kerja paska dilakukan pemeriksaan dan aset milik Pemkab Blitar yang belum terdata secara Perda. Kemudian permasalahan pertambangan.
Dari dua permasalahan tersebut, pengelolaan tambang yang menjadi perhatian serius Ratu Adil saat audiensi dengan Pemkab Blitar di Pendopo Kanigoro. Sampai saat ini pendapat asli daerah (PAD) dari hasil tambang sangat kecil dibanding dengan kabupaten lain.
Hadir dalam pertemuan tersebut, sejumlah pejabat dari Pemkab Blitar, di antaranya Kepala DPMTSP, Kepala Bakesbangpol, Dinas Pendapatan dan juga dari beberapa instansi terkait.
Ketua Ratu Adil Mohammad Trijanto mengatakan, terkait dengan dua permasalahan tersebut, bahwa Pemkab Blitar harus segera menindak lanjuti atas pemeriksaan BPK, terutama masalah aset Pemkab Blitar yang menjadi temuan pemeriksaan.

Yang kedua terkait dengan permasalahan pengelolaan tambang yang ada di Kabupaten Blitar yang masih amburadul dan minum PAD yang masuk ke pemerintah daerah.
“Dua permasalahan penting ini, harus segera ditindak lanjuti, yakni terkait dengan asset Pemkab Blitar dan juga permasalahan tambang yang minim PAD yang masuk ke Pemkab Blitar,” kata Mohammad Trijanto.
Lebih lanjut Trijanto menandaskan, pengelolaan tambang yang ada di Kabupaten Blitar yang amburadul, karena masih belum ada kebijakan yang mengatur dalam hal pengelolaan tambang.
“Sehingga terkesan pengelolaan dilakukan secara ‘Koboi’ yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang diduga bekerjasama dengan oknum penegak hukum,” tandasnya.
Dengan pengelolaan yang tidak tertata tersebut, pendapatan dari sektor pertambangan yang masuk di kas anggaran Kabupaten Blitar sangat minim, yakni hanya Rp500 juta dalam satu tahun. Padahal seperti di Kabupaten Lumajang bisa mendapatkan Rp40 miliar dalam satu tahun.
“Dengan pemasukan yang kecil dari tambang, menunjukkan adanya pengelolaan yang tidak sesuai dan kuat dugaan adanya permainan dengan para pengelola tambang dengan para oknum baik sipil maupun penegak hukum,” imbuhnya.
Trijanto mendesak agar Pemkab Blitar segera melakukan perubahan dalam pengelolaan tambang karena dampak yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan banyak membuat jalan rusak.
“Dari sektor pertambangan pemasukan sangat minim yang menjadikan beban permasalah infrastruktur jalan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah,” ujarnya.
Untuk itu Trijanto meminta dan mendesak Pemkab Blitar, agar segera dibuat rancangan perda (Ranperda) dan diajukan ke legislatif.
“Jika upaya tersebut sengaja dihambat oleh legislatif, kami siap untuk turun ke jalan melakukan mosi tidak percaya kepada legislatif Kabupaten Blitar,” pungkasnya
Sementara itu Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Kabupaten Blitar, Puguh mengatakan, pihaknya akan segera menindak lanjuti terkait dengan pengelolaan pertambangan sehingga bisa maksimal pendapatan daerah yang masuk ke Pemkab Blitar.