Blitar, insanimedia.id – Memasuki musim tanam padi, ketersediaan pupuk yang diperlukan petani di Kota Blitar cenderung cukup dan stabil.
Hal ini disampaikan oleh Edi, warga Kelurahan Klampok, Kecamatan Sananwetan yang berprofesi sebagai petani. Menurutnya, di awal musim tanam tahun ini, pupuk bersubsidi sudah dapat dibeli di kios – kios pertanian.
Kendati demikian, Edy menjelaskan, alokasi pupuk bersubsidi bagi kelompok tani mencapai 84% dari yang diajukan melalui RDKK ( Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).
“Kemarin sekitar dua minggu yang lalu ada rapat di dinas dan sosialisasi di sana, bahwa yang diusulkan oleh petani, itu terealisasi sekitar 84%” ungkapnya.
Untuk saat ini, pria yang juga menjabat sebagai pengurus Kelompok Tani di wilayahnya itu belum bisa menentukan apakah alokasi pupuk bersubsidi ini nantinya dapat bertambah atau tidak.
“Biasanya nanti mendekati pertengahan tahun, terdapat penambahan (alokasi pupuk bersubsidi) atau bagaimana, belum bisa terbaca untuk saat ini, ” katanya.
Edy menilai, syarat penebusan pupuk bersubsidi tahun 2025 ini cenderung lebih mudah jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Tahun ini, petani cukup membawa KTP asli ke kios yang ditunjuk untuk melakukan penebusan.
“Kalau dulu kan harus ke kelompok dulu, bikin surat pengantar, baru dibawa ke kios, ” Jelasnya.
Ia juga menjelaskan, besaran alokasi pupuk bersubsidi yang dapat ditebus oleh petani juga dibatasi sesuai dengan yang terdata di E-RDKK.

Adapun besaran alokasi pupuk tersebut bergantung pada luasan lahan pertanian yang dimiliki oleh petani itu sendiri.
Menurutnya, untuk harga pupuk bersubsidi memang jauh lebih murah dibandingkan dengan pupuk non subsidi. Pupuk bersubsidi biasanya berkisar antara Rp. 112.000 – Rp. 116.000 per zaknya.
Harga tersebut tentu jauh lebih murah jika dibandingkan dengan pupuk non subsidi yang mencapai Rp. 200.000 – Rp. 300.000 per zaknya.
Saat disinggung terkait apakah adanya dugaan penimbunan pupuk, Edy menilai sejauh ini tidak menemukan dan relatif aman meskipun ia menilai bahwa celah itu mungkin ada.
“Mungkin karena kota itu kan identiknya nggak punya sawah jadi kebutuhan pupuk itu tidak sebesar di wilayah lain, ” tuturnya.
Menurut Edy, yang perlu diperhatikan oleh dinas terkait adalah terkait lokasi pendistribusian pupuk yang cukup jauh.
Hal ini tentu sedikit menyulitkan bagi para petani utamanya yang sudah berusia lanjut untuk membawa pupuk yang dibeli menuju rumah.
“Dulu di Klampok sini ada, cuma mungkin karena pelaporannya ribet dan lain hal, jadi mengundurkan diri, ” ungkapnya.
Selain itu, Edy berharap ada semacam edukasi atau sosialisasi kepada para petani terkait pengggunaan pupuk alternatif seperti pupuk organik sehingga nantinya petani tidak terlalu bergantung pada pupuk kimia terlebih saat keadaan stok nya langka.(bim)