Purworejo, insanimedia.id — Harapan ratusan pensiunan untuk mendapat keadilan seakan sirna di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Purworejo.
Seorang oknum anggota Persit 0709 Kebumen, Dwi Rahayu, divonis 2 tahun 6 bulan penjara, meski terbukti menipu lebih dari seratus pensiunan TNI, guru, dan PNS dengan kerugian fantastis: Rp26,9 miliar.
“Terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama dua tahun enam bulan,” tegas hakim dalam putusannya, Rabu (09/07/2025) siang.
Namun, vonis itu justru menyulut kekecewaan mendalam dari para korban yang memadati ruang sidang. Suasana haru berubah jadi sorak kecewa. Bagi mereka, ini bukan akhir, tapi awal dari luka yang makin terbuka: luka keadilan.

Yasmin Istono, salah satu korban yang hadir, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Dengan nada getir, ia menyebut putusan itu tidak mencerminkan rasa keadilan di negerinya sendiri.
“Pencuri ayam saja bisa dihukum enam bulan. Ini menipu hampir Rp27 miliar, ratusan korban, hanya divonis kurang dari tiga tahun. Di mana letak keadilan?” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Kasus ini mencuat sejak Dwi Rahayu menawarkan investasi fiktif dengan janji manis imbal hasil dan pengembalian SK pensiun dalam waktu 6 bulan. Namun, janji itu hanya omong kosong. Para korban justru terlilit utang ratusan juta rupiah dari pinjaman bank atas nama mereka, yang dimanfaatkan pelaku.
Ironisnya, sebagian besar korban kini merupakan lansia, yang harus menanggung cicilan tanpa tahu kapan uang mereka kembali. Bagi mereka, keadilan bukan hanya soal hukuman, tapi juga pemulihan.
“Kami mohon keadilan menyeluruh. Jangan hanya berhenti pada satu pelaku. Kami yakin masih ada pihak lain yang terlibat atau membekingi,” tegas Yasmin.
Vonis ringan terhadap pelaku penipuan massal ini kembali menyisakan pertanyaan besar tentang konsistensi hukum di Indonesia. Mengapa kejahatan kerah putih yang menghancurkan ekonomi dan psikologis banyak orang justru kerap berujung dengan hukuman ringan?
Para korban berharap masih ada ruang untuk upaya hukum lanjutan, baik banding maupun pengungkapan aktor-aktor lain di balik skema investasi bodong ini.
Saat hukum tak mampu menjangkau rasa keadilan, yang tersisa hanyalah kegetiran. Di negeri ini, kerap kali yang dipenjara adalah harapan, bukan pelaku sesungguhnya.(Joe/Oby)