Oleh: Ulul Albab – Ketua ICMI Jawa Timur
insanimedia.id – Mulai hari ini, di jelang beberapa hari lagi kita memasuki bulan Istimewa – Ramadhan, ada baiknya kita membuka-buka Kembali literatur yang relevan tentang ramadhan. Baik literatur spiritual, ilmiah, maupun sosial. Agar Ramadhan kita nanti penuh makna(meaningfull).
Kita jadikan Ramadhan sebagai momen pembelajaran dan perenungan, untuk mendukung kekhusyu’an ibadah kita. Puasa, yang dilakukan dengan menahan lapar, dahaga, dan segala hawa nafsu, bukanlah sekadarpengekangan tubuh. Tetapi juga momen pentinguntuk mengaktivasi seluruh syaraf. Khususnya syarat perasaan (emosi) dan syaraf pikiran.
Dibalik kewajiban berpuasa, ada proses mendalam yang menyentuh jiwa dan membentuk karakter kita menjadi pribadi yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih bertanggung jawab. Seri kajian Ramadhan ini sengaja kami hadirkan untuk mengedukasi dan menginspirasi, bahkan mungkin untuk refleksi dan motivasiagar ibadah kita lebih berdampak.
1. Perspektif Spiritual: Puasa Sebagai Jalan Menuju Ketaatan (Taqwa)
Dari perspektif spiritual Islam, puasa bukanhanya tentang menahan diri dari makan dan minum, tetapi tentang menahan segala bentuk godaan dan hawa nafsu. Puasa adalah latihanspiritual yang mengajarkan kita untuk memiliki pengendalian diri. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Puasa itu adalah untuk-Ku, dan Aku yang akan memberikan balasannya. Setiap amal anakAdam adalah untuknya, kecuali puasa. Puasa itu adalah untuk-Ku, dan Aku yang akanmemberi balasannya.” (HR. Bukhari).
Hadis ini mengingatkan kita bahwa puasaadalah ibadah yang paling personal, sebuah hubungan langsung antara hamba dengan Allah. Dalam bulan yang penuh berkah ini, seorang Muslim diharapkan tidak hanya menahan lapardan dahaga, tetapi juga menahan diri dari segala perbuatan buruk, seperti berkata kotor, mengumpat, atau berburuk sangka.
Puasa, dalam konteks ini, mengajarkan kita untuk memperbaiki akhlak dan memperbaiki hubungan kita dengan Allah serta sesama manusia.
Puasa adalah kesempatan emas untuk melakukan introspeksi diri. Setiap kali kita menahan lapar, kita juga sedang belajar menahan hawa nafsu—bukan hanya terhadapnafsu makanan, tetapi juga terhadap nafsu dan keinginan-keinginan duniawi yang bisa menghalangi kita dari tujuan hidup yang lebihtinggi.
2. Perspektif Ilmiah: Puasa Sebagai Kekuatan Fisik dan Mental
Namun, puasa tidak hanya berfungsi untuk membentuk karakter dalam dimensi spiritual. Dari sudut pandang ilmiah, puasa juga memiliki manfaat besar bagi kesehatan fisik dan mental.
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa puasadapat meningkatkan kesehatan metabolik, menurunkan tekanan darah, serta memperbaiki kesehatan jantung (boleh dibuka referensi ini: Longo, V.D., et al., 2019, “Fasting: Molecular Mechanisms and Clinical Applications.” Cell Metabolism, 30(4), 538-550).
Lebih dari itu, puasa juga memiliki manfaat psikologis yang tidak kalah penting. Berpuasasecara teratur dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi, memperbaiki kualitas tidur, serta mengurangi tingkat kecemasan dan stres.
Sebagaimana yang pernah saya tulis dalamtulisan saya sebelumnya, bahwa dari hasil penelitian yang dipublikasikan oleh National Institute on Aging tahun 2021, ditemukan bahwa puasa intermiten—yang mirip dengan polamakan dalam bulan Ramadhan—dapat meningkatkan fungsi otak, memperbaiki mood, dan bahkan meningkatkan umur panjang (Bolehperiksa Kembali referensi ini: Mattson, M.P., et al., 2021, “Intermittent Fasting and Human Metabolism.” National Institute on Aging).
Fisik kita mungkin merasa lelah di awalpuasa, namun begitu kita terbiasa, tubuh akan mengadaptasi diri dan merasa lebih energik. Mengapa? Karena puasa memberikan kesempatan bagi tubuh untuk melakukan detoksifikasi alami, membersihkan organ-organ vital dari racun-racun yang menumpuk, serta meningkatkan daya tahan tubuh.
Yang lebih menarik adalah efek mentalnya. Puasa mengajarkan kita untuk menjadi lebihsabar, lebih fokus, dan lebih berdaya. Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, puasa adalah waktu yang tepat untuk menarik napas panjang, merenung, dan kembali memusatkan perhatian pada hal-hal yang paling penting dalam hidup.
3. Perspektif Sosial: Puasa Sebagai
Sarana Membentuk Solidaritas Sosial
Puasa juga memiliki dimensi sosial yang luar biasa. Ketika seorang Muslim menahan lapar dan dahaga, mereka merasakan secara langsung penderitaan orang-orang yang kurang beruntung. Ini membangkitkan rasa empati yang mendalam, mengingatkan kita akan pentingnya solidaritas sosial.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang berpuasa, tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala orang tersebut.” (HR. Bukhari).
Puasa mengajarkan kita untuk berbagi dan peduli terhadap sesama. Di tengah kehidupan yang penuh dengan kesenjangan sosial, Ramadhan menjadi momen untuk saling berbagi, baik itu berbagi makanan, uang, atau bahkan senyuman. Dalam suasana yang penuhberkah ini, kita diperintahkan untuk lebih memperhatikan sesama, terutama mereka yang membutuhkan.
Ramadhan memberikan kesempatan untukmembangun rasa persaudaraan yang lebihkuat. Ketika umat Islam berpuasa, mereka tidak hanya berjuang sendirian. Ada jutaan saudara seiman yang sedang berjuang bersama-sama di seluruh dunia, mempererat ikatan solidaritas. Karenanya puasa menjadi simbol bahwa kebersamaan dan kepedulian adalah nilai-nilaiyang tidak boleh dilupakan, terutama oleh orang yang beriman.
4. Refleksi dan Motivasi
Puasa adalah latihan jiwa dan raga. Ia mengajarkan kita untuk memperbaiki diri, menjaga hati, dan mengembangkan karakter yang lebih baik. Puasa juga menguatkan tubuhkita, menjaga kesehatan fisik, dan melatih mental untuk lebih sabar dan lebih fokus.
Jadi, puasa mengajarkan kita untuk lebih peduli pada sesama, untuk memperbaiki hubungan sosial, dan untuk membangun dunia yang lebih baik dengan berbagi dan menumbuhkan rasa kasih sayang.
Puasa mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya datang dari apayang kita miliki, tetapi dari bagaimana kitaberusaha menjadi pribadi yang lebih baik—baikdi hadapan Allah, di hadapan diri sendiri, maupun di hadapan sesama. (Salam Inspirasidari kami: ICMI). Kajian Ramadhan Perspektif Spiritual, Ilmiah dan Sosial (Seri-1):