Qurban Digital dan Model Distribusi Inklusif di Era Teknologi

Oleh: Ulul Albab Ketua ICMI Jawa Timur

isanimedia.id , – Hari-hari ini, kita tak lagi asing dengan istilah “qurban online”. Cukup dengan beberapa klik di layar ponsel, kita bisa mendaftar qurban, memilih hewan, dan bahkan melihat proses penyembelihan melalui live streaming. Dalam banyak hal, kemajuan ini menghadirkan kemudahan luar biasa bagi masyarakat urban yang sibuk dan berjauhan dari lokasi penyembelihan.

Terhadap qurban digital ini kita ada tiga pertanyaan mendasar yang layak diajukan: (1). Apakah qurban digital ini tetap sah secara syariat?. (2). Bagaimana kita memastikan distribusinya tetap adil dan inklusif?. (3). Apakah nilai-nilai sosial dan spiritual qurban tetap terjaga?. Mari kita bahas satu per satu.

1. Qurban Digital: Sahkah secara Fikih?

Dalam fikih, hukum berqurban secara wakalah (mewakilkan penyembelihan kepada pihak lain) diperbolehkan. Bahkan, menurut Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, ibadah qurban tetap sah selama: (a). Hewannya jelas dan dibeli dengan harta yang halal; (b).Penyembelihannya dilakukan dalam waktu yang ditentukan (10-13 Dzulhijjah); (c). Penyembelih mewakili niat shohibul qurban, dan (d). Dagingnya dibagikan sesuai ketentuan.

Artinya, selama semua syarat tersebut terpenuhi, qurban digital pada prinsipnya sah, karena hanya berbeda pada cara transaksi dan koordinasinya saja. Semua syarat rukunya dipenuhi.

2. Teknologi untuk Distribusi Inklusif

Di sinilah tantangan dan peluang besar muncul. Qurban digital membuka peluang distribusi yang lebih adil dan tepat sasaran. Apa saja yang menjadi kelebihan dari qurban digital dalam hal ini?.

Sebagaimana diketahui bahwa Platform digital bisa: (a). Memetakan wilayah-wilayah rawan pangan; (b). Menyalurkan daging qurban ke daerah terpencil atau terdampak bencana; (c). Menghindari penumpukan daging di wilayah perkotaan; (d). Menggunakan cold chain system agar daging tahan lama dan bisa dikirim ke berbagai pelosok.

Model ini telah dikembangkan di beberapa negara seperti Malaysia, dan Timur Tengah, melalui kerja sama antara NGO, startup digital, dan pemerintah.

Studi oleh UNDP (2021) menyebut bahwa model distribusi digital berbasis data memungkinkan qurban menjadi alat penguatan ketahanan pangan komunitas miskin di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

3. Menjaga Nilai Spiritualitas dan Partisipasi Sosial

Kemudahan teknologi jangan sampai membuat makna qurban menjadi kering. Ada tiga nilai penting yang harus tetap dijaga: (a). Nilai spiritualitas (taqwa): meski qurban dilakukan dari jarak jauh, penting untuk tetap menghadirkan kesadaran akan niat dan ketulusan dalam beribadah.

(b). Nilai sosial (ta’awun): pastikan distribusi tidak hanya pada lingkaran terdekat, tapi menjangkau masyarakat yang benar-benar membutuhkan. (c). Nilai edukasi: melibatkan keluarga, terutama anak-anak, agar mereka tetap memahami makna berqurban meskipun dilakukan secara digital.

Inovasi Untuk Memaksimalkan Dampak Positif Qurban 

Beberapa startup dan lembaga kini mulai mengembangkan model baru, antara lain: (a). Qurban digital berbasis blockchain, untuk menjamin transparansi dana dan distribusi. (b). Digital meat wallet, sistem penyimpanan digital berbasis saldo daging untuk penerima manfaat. (c). Pusat logistik qurban nasional, sebagai hub (pusat atau titik simpul utama) distribusi daging qurban skala nasional.

“Hub distribusi daging qurban” adalah Tempat pusat pengelolaan dan penyaluran daging qurban secara terorganisir yang berfungsi untuk menyalurkan daging dari berbagai wilayah penyembelihan ke lokasi-lokasi penerima manfaat secara lebih merata, efisien, dan terkendali.

Fungsi “Hub Distribusi Qurban” adalah unyuk Mencegah penumpukan daging di wilayah tertentu (misalnya di kota-kota besar atau masjid elit yang kelebihan qurban). Memastikan pemerataan distribusi ke wilayah-wilayah yang kekurangan, seperti daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Memudahkan logistik dan pengawasan mutu, terutama jika menggunakan teknologi cold storage dan tracking system. Mendukung sistem qurban nasional yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Model seperti ini dapat diintegrasikan dalam sistem kebijakan nasional, menjadikan qurban bukan hanya sebagai ibadah tahunan, tetapi sebagai alat strategis pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan.

Qurban di Era Digital Dengan Tetap Memenuhi Syarat Rukun

Meskipun Qurban digital adalah keniscayaan. Namun kita harus tetap berkeyakinan bahwa teknologi hanyalah alat. Jangan sampai ia mengikis ruh pengorbanan, keterlibatan sosial, dan penguatan empati yang menjadi inti ibadah qurban itu sendiri.

Mari kita manfaatkan teknologi dengan bijak, bukan hanya untuk memudahkan, tapi juga untuk memperluas dampak sosial qurban kita.