Blitar, insanimedia.id – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur menyoroti adanya kegiatan pertambangan yang justru berdampak pada persoalan sosial. WALHI menyayangkan jika ada kegiatan pertambangan justru melanggar aturan, maka saksi pidana menanti pelaku pertambangan.
“Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi bukanlah lisensi untuk merusak lingkungan. Ketika perusahaan tambang terbukti melanggar aturan, seperti membuang limbah tanpa izin atau tidak melakukan reklamasi, maka sanksi pidana dan administratif dapat dijatuhkan,” ungkap Direktur WALHI Jawa Timur, Wahyu Eka Styawan.
Wahyu menjelaskan, bagi pelaku tambang yang memiliki izin tetap dapat dikenakan saksi, jika membuang limbah sembarangan. Sesuai dengan UU PPLH pembuangan limbah yang mencemari lingkungan dapat dikenakan saksi tambahan.
Wahyu menjelaskan, bahwa sesuai dengan UU nomor 3 tahun 2020 sudah dengan tegas mengatur ancaman bagi pelanggar ketentuan pertambangan, khususnya tambang ilegal. WALHI menekankan tanggungjawab para pelaku tambang untuk memulihkan kondisi alam semula, seperti sebelum kegiatan pertambangan.
“Yang sering luput adalah aspek tanggungjawab perusahaan untuk memulihkan kerusakan lingkungan yang telah terjadi. Selain sanksi hukum, perusahaan juga wajib mengganti kerugian kepada masyarakat terdampak dan melaksanakan kewajiban pasca tambang,” tegasnya.
Para pelaku tambang membuang limbah sembarangan, maka tidak hanya lingkungan yang dirugikan. Tetapi juga hak hidup masyarakat sekitar yang dikorbankan demi kepentingan korporasi. Penegakan hukum yang konsisten menjadi kunci agar IUP tidak menjadi celah bagi praktik perusakan lingkungan.
Sementara itu, di Kabupaten Blitar ada petani 16 desa dari empat kecamatan yang terdampak penambangan yang ada di Kali Putih diantara Desa Sumberagung, Kecamatan Gandusari dan Desa Slorok, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar.
Para petani menggelar aksi demontrasi di DPRD Kabupaten Blitar pada Kamis 19 Juni 2025 lalu. Ratusan petani meluapkan kegelisahannya karena sumber air untuk pertanian dari lereng Gunung Kelud menjadi keruh dan merusak tanaman mereka.
Ratusan petani meminta kegiatan pertambangan dihentikan, karena tanaman pertanian mereka tidak dapat tumbuh dengan baik. Air yang keruh membuat tanaman padi justru gampang menguning dan tidak cepat tumbuh besar. Hasil pertanian disaat negara sedang konsentrasi swasembada pangan justru tidak dapat maksimal.(Oby)