Blitar, insanimedia.id – Pemerintah Kota Blitar berencana mengurangi anggaran untuk Beras Kesejahteraan Daerah (Rastrada) bagi warga miskin. Pada tahun ini diperkirakan akan ada 3.455 warga miskin di Kota Blitar kehilangan jatah beras dari Pemkot Blitar.
Pada tahun ini, Pemkot Blitar menganggarkan Rp17,649 miliar untuk program Rastrada. Namun jumlah ini akan berkurang Rp3,29 miliar atau tinggal Rp14,354 miliar.
Wakil Wali Kota Blitar, Elim Tyu Samba mengaku prihatin dengan kondisi ini. Apalagi beras merupakan salah satu kebutuhan pokok yang membantu warga kurang mampu di Kota Blitar.
Kondisi ini diperparah dengan belum tercukupinya lapangan pekerjaan bagi warga Kota Blitar. Kini kesulitan warga miskin akan ditambah dengan berkurangnya beras yang biasanya mereka dapatkan untuk konsumsi.
Meski demikian, Mbak Elim sapaan akrab Elim Tyu Samba tidak dapat berbuat apa-apa. Sebagai wakil wali kota, Ia dianggap sebagai cadangan bagi wali kota saat berhalangan.
Di luar itu, Elim mengaku tidak pernah terlibat dalam kegiatan perencanaan pembangunan di Kota Blitar. “Saya tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan kebijakan strategis, termasuk soal anggaran bantuan sosial,” ungkap Elim.
Elim mengaku, beberapa kepala dinas di Kota Blitar mengajaknya koordinasi terkait kebijakan. “Saya ini sering diajak koordinasi beberapa kepala dinas. Tapi saya sendiri ya tidak bisa menjelaskan. Karena setiap kebijakan saya tidak punya kewenangan,” ujarnya, Senin (27/10/2025).
Pemangkasan itu berdampak langsung terhadap jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang menurun dari 9.989 menjadi 6.534 penerima. Sejumlah warga pun meluapkan kekecewaan.
“Kami ini masih berjuang memenuhi kebutuhan harian. Kalau bantuan beras dikurangi, siapa yang memikirkan rakyat kecil?” keluh Ari, warga Pakunden.
Hal senada juga disampaikan oleh, anggota Fraksi PKB DPRD Kota Blitar, Totok Sugiarto, yang juga duduk di Badan Anggaran (Banggar), menegaskan bahwa pemangkasan bantuan sosial merupakan bagian dari penyesuaian APBD sesuai Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025.
“Pemangkasan itu bagian dari penyesuaian belanja daerah sesuai Inpres dan dituangkan dalam Peraturan Wali Kota Nomor 13 Tahun 2025, sebagai perubahan atas Perwali Nomor 55 Tahun 2024,” jelas Totok.
Namun Totok mengingatkan, kebijakan rasionalisasi tidak boleh mengorbankan rakyat kecil.
“Anggaran untuk kebutuhan pejabat seharusnya dinomor sekian. Kepentingan masyarakat, terutama keluarga miskin, harus didahulukan. Jangan sampai rakyat dikorbankan demi kenyamanan birokrasi,” tegasnya.
Totok juga membeberkan bahwa pihaknya sempat mengoreksi pemangkasan berlebihan di sektor sosial saat pembahasan di Banggar DPRD.
“Awalnya, rasionalisasi Rastrada mencapai Rp5,14 miliar. Kami intervensi dan usulkan koreksi hingga Rp3,29 miliar, sehingga ada dana sebesar Rp1,85 miliar yang bisa dikembalikan,” ungkapnya.
Menurutnya, koreksi itu cukup untuk mengembalikan hak sekitar 1.000 keluarga penerima.
“Walaupun ada pemangkasan, kami berusaha menyelamatkan yang masih bisa diselamatkan. Setidaknya 1.000 keluarga kembali terfasilitasi. Tapi tetap, kebijakan semacam ini jangan jadi kebiasaan,” tandasnya.(Oby/Rid)







