Blitar, insanimedia.id – Akibat tekanan ekonomi global, Presiden AS Donald Trump tiba-tiba menunda pemberlakuan tarif impor bagi sebagian besar negara selama tiga bulan termasuk bagi Indonesia.
Namun, kebijakan ini tidak berlaku untuk Cina yang justru naik menjadi 125% sebagai respons atas langkah Beijing yang menaikkan tarif impor dari AS menjadi 84%.
Pengamat Ekonomi, Andrean Permadi, mengatakan bahwa hal itu merupakan salah satu gaya kepemimpinan presiden AS saat ini yang memang cenderung menggunakan pendekatan ekonomi dalam berpolitik luar negeri nya.
Dosen Ekonomi Syari’ah Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar itu mengatakan pemerintah Indonesia perlu mewaspadai kebijakan tersebut karena menurutnya, skema ini sama seperti pada saat AS akan menghadapi perang Dunia 1 dan 2.
Menurutnya, pada saat itu Amerika seperti menutup diri dari dunia luar agar negaranya mampu memproduksi segala keperluannya sendiri tanpa bergantung pada impor negara lain.
”Nah, disitu ada kemungkinan bahwa negara Amerika memang sudah siap untuk perang Dunia ke 3,” ungkapnya.
Kendati demikian, Andrean juga menganggap hal ini dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk lebih bisa memasarkan produknya ke pasar domestik dibandingkan bergantung pada kegiatan ekspor impor.
”Jadi apa yang kita produksi, itu yang kita konsumsi, ibaratnya, perputaran ekonomi di dalam negeri itu tumbuh, ” tuturnya.