Blitar, insanimedia.id – Muhammadiyah menegaskan bahwa definisi santri sangat luas dan tidak terbatas hanya pada mereka yang tinggal di pondok pesantren. Santri melainkan mencakup setiap Muslim Mukmin yang mengamalkan Islam secara utuh dalam kehidupan profesionalnya.
Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Blitar meluruskan pandangan ini pada peringatan Hari Santri Nasional, menyatakan bahwa profesional seperti dokter, guru, insinyur, hingga pengusaha, berhak menyandang status santri.
Penegasan ini menjadi penting untuk memperluas pemahaman publik yang selama ini sering mengidentikkan santri hanya dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Konsep santri yang inklusif ini berakar dari pemikiran K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, yang memandang santri sebagai pewaris dakwah Rasulullah dan agen perubahan (mujaddid) yang membawa kemaslahatan umat.
Ustaz Arifudin Widhianto, Wakil Ketua PD Muhammadiyah Kabupaten Blitar Bidang Tagligh, menjelaskan bahwa profesi apapun dapat menjadi wujud kesantrian selama dijalankan dengan semangat khidmah (pelayanan) dan dakwah.
“Setiap orang Islam yang beriman, memiliki akhlak mulia, dan berusaha mengamalkan Islam secara utuh dalam kehidupan pribadi maupun sosial, itulah santri,” ujar Arifudin Dikutip dari Podcast di kanal youtube Bakul Kumpo.
Arifudin mengatakan, pola pikir ini menjadi alasan utama mengapa Muhammadiyah secara masif mendirikan amal usaha di sektor kesehatan dan pendidikan. Hal ini karena semua kegiatan tersebut diniatkan sebagai ladang dakwah sekaligus pelayanan yang konkret di tengah masyarakat.
Sebagai implementasi dari semangat kesantrian tersebut, PD Muhammadiyah Kabupaten Blitar kini memfokuskan gerakannya pada Jihad Iqtisadiyah (Jihad Ekonomi), memastikan kemandirian finansial dan daya saing amal usaha.
Melalui pendekatan ini, santri Muhammadiyah didorong untuk berlomba-lomba memajukan urusan dunia, tanpa pernah meninggalkan fondasi keagamaan.
Menutup penjelasannya, Muhammadiyah menyerukan terwujudnya ukhuwah ‘ormas’-iyah yang kuat, sebuah ajakan untuk berkolaborasi erat dengan NU dan organisasi Islam lainnya, demi membangun wilayah secara bersama-sama, menunjukkan bahwa perbedaan model berjuang tidak menghilangkan tujuan bersama dalam melayani umat.(Oby/Rid)







