Indonesia,
Katanya kamu sedang bangkit. Tapi benarkah begitu?
Bangkit dari apa? Dari pandemi? Mungkin iya. Tapi bagaimana dengan bangkit dari korupsi yang makin lihai menyelinap di balik program pembangunan? Dari pendidikan yang makin mahal, tapi output-nya makin jauh dari makna? Dari demokrasi yang katanya untuk rakyat, tapi malah sering membuat rakyat merasa ditinggal?
Kami ingin percaya bahwa kamu sedang bangkit.
Tapi sulit, ketika melihat anak muda cerdas lebih dihargai di luar negeri ketimbang di dalam negeri. Ketika petani masih rugi karena harga panen dipermainkan. Ketika suara rakyat hanya dianggap penting saat musim pemilu tiba.
Lebih sulit lagi saat kami menyadari bahwa pekerjaan dan jabatan kini seolah hanya milik mereka yang punya saudara dan uang. Lowongan kerja sering hanya jadi formalitas belaka. Kursi-kursi penting sudah ditentukan bahkan sebelum pengumuman dibuka. Lamaran dari mereka yang tak punya “akses” hanya jadi tumpukan yang tak pernah dibaca.
Kami melihat anak-anak muda penuh semangat, membanggakan keluarga dengan segudang prestasi.
Tapi semua itu tak berarti jika mereka bukan anak siapa-siapa. Di negeri ini, seringkali koneksi mengalahkan kompetensi, dan uang membeli posisi. Bukan rahasia lagi, jabatan bisa dinegosiasi, asal punya cukup “pelicin” dan jaringan.
Kami menyaksikan sendiri bagaimana perjuangan orang jujur, yang bersih dan tulus, justru dilindas sistem yang lebih percaya pada relasi ketimbang kapabilitas. Mereka yang berdarah-darah membangun CV dengan kerja nyata, harus mengalah pada mereka yang cukup datang membawa nama belakang.
Kami lelah diberi harapan, tapi tanpa arah. Lelah disuguhi jargon, tapi tak menyentuh kenyataan. Indonesia, kalau ini yang kamu sebut bangkit, maka kita punya definisi yang berbeda.
Tapi kami tidak menyerah…
Kami menulis surat ini karena kami masih peduli. Karena kami ingin kebangkitan ini bukan sekadar simbol upacara, tapi nyata di lapangan. Terlihat di meja makan rakyat kecil. Terasa di sekolah negeri yang dulu dibanggakan. Terbukti dalam keadilan yang tidak hanya berpihak pada yang berduit.
Kami ingin bangkit bersama, bukan sekadar melihat segelintir yang naik, sementara mayoritas terpaksa bertahan.
Kami ingin negeri ini memberi tempat bagi kerja keras, bukan hanya untuk warisan dan kedekatan. Di mana anak petani bisa bermimpi jadi menteri, tanpa harus takut karena tak punya “orang dalam”. Di mana lulusan dari desa bisa berdiri sejajar, bukan sekadar jadi penonton.
Bangkitlah sungguh-sungguh, Indonesia….
Jangan hanya bangkit untuk menyenangkan headline berita. Bangkitlah untuk kami yang selama ini diam, tapi tetap berharap.
Kami, generasi yang muak dengan basa-basi. Tapi masih cinta negeri ini sepenuh hati.
Kami, generasi yang bukan siapa-siapa. Tapi ingin jadi bagian dari mereka yang mengubah segalanya.
#HariKebangkitanNasional2025
#BangkitTanpaPuraPura
#IndonesiaUntukSemua
#KamiMasihBerharap