Blitar, insanimedia.id – Sound Horeg menjadi fenomenal akhir-akhir ini, setelah keluarnya fatwa haram dari beberapa pondok pesantren di Pasuruan serta mendapatkan dukungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur beberapa waktu yang lalu. Fatwa inipun menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat, sebab ada yang mendukung dan ada pula yang keberatan dengan fatwa ini.
Dilansir dari laman MUI.or.id menyatakan, ada enam poin dalam fatwa ini, yakni pertama, MUI Jatim menilai memanfaatkan kemajuan teknologi digital dalam kegiatan sosial, budaya dan lain-lain merupakan sesuatu yang positif. Poin kedua, setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain.
Poin ketiga fatwa tersebut, penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar (tertera dalam konsideran) sehingga dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan, dan atau merusak fasilitas umum atau barang milik orang lain.
Poin keempat memutar musik diiringi joget pria wanita dengan membuka aurat dan kemungkaran lain, baik dilokalisir pada tempat tertentu maupun dibawa berkeliling pemukiman warga hukumnya haram.
Poin kelima dalam fatwa tersebut menetapkan bahwa adu sound yang dipastikan menimbulkan mudarat yaitu kebisingan melebihi ambang batas wajar dan berpotensi tabdzir dan idha’atul mal (menyia-nyiakan harta) hukumnya haram secara mutlak.
Keenam penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian.
Sementara itu, beberapa waktu yang lalu, Bupati Blitar, Drs H Rijanto membuat pernyataan bahwa sound horeg merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang dapat menumbuhkan perekonomian. Kegiatan ini dapat mempertemukan pelaku usaha kecil dan menengah dengan masyarakat, sehingga perekonomian akan berputar.
Pemerintah Kabupaten Blitar berencana untuk menggelar lomba sound horeg. “Yang kita lihat juga sisi positifnya. Dengan sound horeg yang sementara masyarakat senang itu tampaknya juga menggiatkan pertumbuhan ekonomi juga, UMKM itu,” ujarnya.
“Gimana mau maju ni negara kalau gini,” komen pemilik akun @zeexal3 dalam postingan @inilahcom.
Sebelum melaksanakan lomba sound horeg nantinya, Bupati Blitar membuat Surat Edaran (SE) pada 03 Maret 2025 lalu. SE Nomor : B/180.07/02/409.4.5/2025 tentang Penyelenggaraan Karnaval, Cek Sound, dan Hiburan Keramaian.
Ada 13 poin dalam SE ini, bagi penyelenggara sound horeg wajib mendapatkan izin tertulis dari pihak kepolisian, disertai rekomendasi dari kepala desa/lurah dan Forkopimcam. Dalam gelaran sound horeg juga dilarang norma kesusilaan, mengandung unsur pornografi, mempertentangkan suku, agama, ras, dan antar golongan.
SE Bupati Blitar ini juga melarang adanya kegiatan mabuk-mabukan saat gelaran sound horeg. Tidak hanya itu, bagi kendaraan yang mengangkut juga wajib menyesuaikan dengan kelas jalan yang dilalui oleh sound horeg.
Bupati Blitar, Rijanto juga melarang membunyikan sound horeg di waktu sholat, serta membatasi waktu hingga pukul 23.00 WIB. Bila sound horeg selama ini tingkat kebisingan sound horeg bisa mencapai 120-130 desibel meter (dB), maka Bupati Blitar dua kali ini membatasinya. “Dilarang menggunakan sound system yang membahayakan kesehatan, serta merusak lingkungan/kontruksi bangunan,” tulis dalam poin 9.

Paitia juga diminta untuk bertanggungjawab penuh atas kegiatan ini termasuk kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh sound horeg dengan dituangkan dalam pernyataan bermatrai.
Kebijakan Bupati Blitar, Rijanto inipun mendapatkan respon positif dari Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak. Emil Elestianto Dardak, menilai Kabupaten Blitar bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam pengaturan penggunaan sound system bertenaga besar ini, terutama untuk kegiatan karnaval dan festival.
Emil menyambut positif dan kesigapan Bupati Blitar, Rijanto dengan mengatur terlebih dahulu sebelum Fatwa haram keluar dari MUI. Ini terbukti keluarnya SE Nomor : B/180.07/02/409.4.5/2025 tentang Penyelenggaraan Karnaval, Cek Sound, dan Hiburan Keramaian. (Oby/Rid)