Kementerian Haji dan Umrah: Harapan Baru dengan Tantangan Nyata

Oleh Ulul Albab Ketua Litbang DPP AMPHURI Ketua ICMI Jawa Timur

insanimedia.id – Sejarah baru tercipta di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 8 September 2025. Presiden Prabowo Subianto melantik Mochamad Irfan Yusuf sebagai Menteri Haji dan Umrah pertama Indonesia, didampingi Wakil Menteri Dahnil Anzar Simanjuntak. Momen ini menandai transformasi Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) menjadi sebuah kementerian penuh: Kementerian Haji dan Umrah (KHU).

Gus Irfan: Pesantren, NU, dan Politik

Menteri baru ini bukan sosok sembarangan. Pria yang akrab disapa Gus Irfan lahir di Jombang, 24 Juni 1962. Ia adalah cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari, sekaligus figur yang akrab dengan dunia pesantren sejak muda. Jejaknya panjang: Sekretaris Umum Pondok Pesantren Tebuireng (1989–2006), Wakil Ketua Yayasan Hasyim Asy’ari, hingga memimpin Pesantren Al-Farros. Ia juga lama berkecimpung di lembaga keuangan berbasis pesantren, PT BPR Tebuireng.

Secara akademis, Gus Irfan adalah alumnus Universitas Brawijaya (UB) Malang, tempat ia menyelesaikan sarjana, magister, hingga kemudian doktor di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam. Dengan basis keilmuan ini, ia menggabungkan tradisi pesantren dengan akademik modern.

Di jalur politik, Gus Irfan tercatat sebagai kader Gerindra yang terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2024–2029. Namun masa baktinya singkat, sebab Presiden Prabowo menunjuknya sebagai Kepala BP Haji dan Umrah pada 2024, sebelum akhirnya naik menjadi menteri.

Kombinasi ini menjadikan Gus Irfan sebagai figur unik: santri, akademisi, penggerak ekonomi umat, sekaligus politisi. Kehadirannya di Kementerian Haji dan Umrah membawa simbol kuat bahwa kementerian ini bukan hanya urusan administrasi teknis, tetapi juga ruang dakwah kebangsaan.

Peluang: Fokus, Dana, dan Diplomasi

Kehadiran Gus Irfan di KHU membuka sejumlah peluang besar. Pertama, kelembagaan yang lebih fokus. Dengan beban besar jamaah dan birokrasi panjang yang dulu melekat di Kemenag, struktur kementerian baru memberi ruang percepatan. Apalagi Gus Irfan terbiasa dengan kultur manajerial pesantren yang sederhana namun efektif.

Baca Juga :  Mendorong Transformasi Pelayanan Haji dan Umrah Melalui Riset, Inovasi, dan Kolaborasi Strategis

Kedua, pengelolaan dana haji yang strategis. Dana kelolaan BPKH diproyeksi mencapai Rp188,86 triliun pada 2025. Dengan latar belakangnya di lembaga keuangan mikro pesantren, Gus Irfan memahami bagaimana dana umat bisa dikelola produktif, tanpa mengorbankan keberlangsungan biaya operasional haji.

Ketiga, diplomasi yang lebih tajam. Sebagai cucu pendiri NU, Gus Irfan membawa jaringan moral yang luas, baik dalam negeri maupun di dunia Islam. Diplomasi haji bukan semata urusan kuota, tetapi juga bagaimana Indonesia menegaskan diri sebagai pusat gravitasi umat Islam dunia.

Keempat, sinergi dengan asosiasi dan pelaku usaha. Asosiasi seperti AMPHURI, yang menaungi lebih dari 800 anggota PPIU dan PIHK, telah lama menanti hadirnya kementerian khusus. Dengan gaya kepemimpinan yang merangkul, Gus Irfan berpeluang menjadikan asosiasi ini sebagai mitra aktif, bukan sekadar obyek kebijakan.

Kelima, respon terhadap Saudi Vision 2030. Pemerintah Arab Saudi tengah memodernisasi haji dan umrah melalui digitalisasi dan pembangunan infrastruktur. Kementerian Haji dan Umrah harus mampu memastikan jamaah Indonesia menjadi penerima manfaat, bukan hanya penonton dari perubahan global ini.

Tantangan: Tumpang Tindih, Defisit, dan Antrean Panjang

Namun, peluang besar ini dibarengi dengan tantangan yang tidak ringan. Pertama, tumpang tindih kelembagaan. Peran BPKH, Kemenag, dan operator haji masih perlu diharmonisasikan. Jika tidak jelas, KHU bisa terjebak menjadi birokrasi baru yang justru lamban.

Kedua, defisit dan beban finansial. Tahun 2024 defisit biaya operasional haji mencapai Rp7,5 triliun. Dengan prediksi dua kali musim haji pada 2027, beban bisa melonjak hingga Rp42 triliun. Gus Irfan harus memastikan agar defisit ini tidak menggerus dana kelolaan jangka panjang.

Ketiga, antrean jamaah yang menumpuk. Lebih dari 5,4 juta orang menunggu giliran, dengan masa tunggu puluhan tahun di beberapa daerah. Diplomasi kuota memang penting, tetapi inovasi sistem keberangkatan juga mendesak.

Baca Juga :  Kasus Wilmar 11,8 T: Skandal Mega Korupsi jadi Ujian Komitmen Bangsa Lawan Oligarki, HMI harus Hadir sebagai Garda Terdepan Keadilan !

Keempat, kontrol visa dan dominasi platform digital asing. Saudi kini memusatkan layanan melalui Nusuk dan syarikah swasta. Jika Indonesia tidak punya strategi digital sendiri, KHU akan sulit mengontrol pelayanan.

Kelima, penyelenggara ilegal. Masih banyak biro umrah dan haji tidak berizin. Kementerian baru harus berani menegakkan aturan, agar jamaah terlindungi dan ekosistem usaha sehat terjaga.

Gus Irfan sebagai menteri pertama memikul beban sejarah. Ia membawa nama besar Tebuireng, garis keturunan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, dan mandat politik dari Presiden. Kita dukung dan doakan semoga Gus Irfan berhasil dengan gemilang.

Atas nama ketua ICMI Jawa Timur dan juga Ketua Bidang Litbang DPP Amphuri, saya mengucapkan selamat dan sukses buat Gus Irfan, kakak kelas saya saat studi S1 di UB, atas amanat yang diembanya. Semoga Allah memudahkan, meridhohi serta melancarkan semua urusanya. Amin.