Pesta Seks Anak, UPT PPA Kabupaten Blitar Beri Pendampingan Psikologis

Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan perkosa rudapaksa (freepik)

Blitar, insanimedia.id-Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kabupaten Blitar menyoroti kasus anak yang pesta seks di Kecamatan Garum beberapa waktu yang lalu. Kasus ini mencuat saat warga memergoki peristiwa ini dan membubarkannya.

Menanggapi kejadian ini, UPT PPA Kabupaten Blitar mengungkapkan, bahwa latar belakang sosial dari kasus pesta seks anak yang kini tengah ditangani Polres Blitar ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, mayoritas pelaku dan korban dalam kasus ini berasal dari keluarga kurang mampu.

Kepala UPT PPA Kabupaten Blitar, Dwi Andi Prakasa, mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi atas dasar kesepakatan antar-anak yang terlibat. Mereka saling bertemu, membeli minuman keras, lalu melakukan hubungan seksual.

“Kami fokus pada pemulihan psikologis dan reintegrasi sosial. Terutama, kami upayakan agar mereka bisa kembali ke sekolah,” ujarnya, Jumat (09/05/2025).

Terkait hubungan antara anak-anak yang terlibat dalam kasus tersebut, Dwi menyebut bahwa hal itu masih dalam proses penyelidikan kepolisian. Sementara itu, pihaknya terus memberikan pendampingan psikologis dan edukasi kepada baik korban maupun pelaku yang masih berusia anak.

Dwi mencatat, sepanjang tahun 2024, UPT PPA Kabupaten Blitar menangani sekitar 89 kasus yang berkaitan dengan anak, termasuk kekerasan fisik, seksual, dan mediasi hak asuh. Sementara hingga Maret 2025, telah tercatat 14 kasus serupa.

“Jika dilihat dari jumlah laporan, memang ada peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tapi ini tidak selalu berarti kasusnya bertambah, melainkan karena kesadaran masyarakat untuk melapor juga meningkat,” jelasnya.

Namun demikian, ia mengakui masih banyak kasus yang tidak terungkap. Banyak keluarga enggan melapor karena pelaku masih memiliki hubungan kekerabatan dengan korban, atau karena khawatir terhadap stigma sosial dan risiko perundungan di lingkungan sekolah.

“Banyak yang memilih diam karena malu atau takut akan dampaknya. Maka dari itu, kami terus mendorong masyarakat agar tidak ragu melapor atau sekadar berkonsultasi dengan kami,” pungkas Dwi.(Tan)