Tambang Bukan Jalan Tuhan: HMI Menolak Komodifikasi Alam atas Nama Pembangunan

Penulis : Mohamad Isyamudin, S.H. Kader HMI Cabang Ciputat

Abstrak

Tulisan ini membahas posisi kritis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terhadap praktik komodifikasi alam atas nama pembangunan. Kasus tambang nikel di Raja Ampat menjadi contoh nyata di mana sumber daya alam diubah menjadi komoditas ekonomi dengan mengorbankan lingkungan dan hak masyarakat adat. Dalam perspektif Islam, alam bukan objek eksploitasi, tetapi amanah yang harus dijaga. HMI sebagai organisasi kader umat dan bangsa, wajib menegaskan sikapnya terhadap kebijakan pembangunan yang destruktif dan tidak berkeadilan secara ekologis dan sosial.

Pendahuluan

Dalam dua dekade terakhir, Indonesia mengalami lonjakan aktivitas pertambangan, terutama untuk memenuhi permintaan global terhadap mineral kritis seperti nikel. Nikel, yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik, menjadi komoditas strategis nasional. Sayangnya, peningkatan investasi di sektor ini tidak selalu disertai perlindungan terhadap lingkungan dan masyarakat lokal.

Salah satu kasus yang mencolok terjadi di Raja Ampat, Papua Barat Daya, wilayah yang dikenal sebagai kawasan konservasi laut dengan biodiversitas tertinggi di dunia. Pada awal 2025, pemerintah sempat mengeluarkan izin tambang nikel kepada beberapa perusahaan di kawasan ini. Setelah mendapat penolakan keras dari masyarakat adat, LSM lingkungan, dan akademisi, empat izin akhirnya dicabut oleh Presiden Prabowo pada Juni 2025 (Reuters, 2025; Financial Times, 2025).

 

Komodifikasi Alam dan Politik Pembangunan

Komodifikasi alam adalah proses menjadikan unsur lingkungan hidup sebagai objek dagang untuk meraih keuntungan ekonomi. Dalam konteks pertambangan, ini terjadi ketika tanah, hutan, sungai, dan laut dievaluasi semata-mata berdasarkan nilai ekonominya—mengabaikan nilai spiritual, ekologis, dan sosial yang dikandungnya.

Menurut WALHI (2024), komodifikasi ini kian brutal ketika negara melibatkan aktor-aktor non-ekonomi seperti ormas keagamaan dan purnawirawan militer ke dalam sistem izin tambang. Praktik ini tidak hanya melanggar prinsip good governance, tapi juga memperparah konflik agraria dan mempersempit ruang hidup masyarakat adat.

Laporan Greenpeace (2025) menunjukkan bahwa setidaknya 500 hektare hutan telah rusak di Raja Ampat akibat pembukaan lahan tambang. Dampaknya tidak hanya pada ekosistem, tetapi juga pada sektor pariwisata berbasis masyarakat dan budaya lokal yang tergerus oleh logika ekstraksi.

 

Islam dan Keadilan Ekologis

Dalam Islam, alam adalah ciptaan Allah (makhluk) yang memiliki nilai intrinsik. Al-Qur’an berulang kali mengingatkan manusia untuk tidak merusak keseimbangan bumi:

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya…” (QS. Al-A’raf: 56)
“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia…” (QS. Ar-Rum: 41)

Alam adalah amanah, bukan komoditas. Dalam pemikiran Fiqh al-Bi’ah (fikih lingkungan), menjaga kelestarian alam adalah bagian dari ibadah, sedangkan merusaknya adalah bentuk kezaliman yang berkonsekuensi hukum dunia dan akhirat (Nasr, 1996; Auda, 2020).

 

HMI dan Tanggung Jawab Gerakan

Mukadimah HMI menyatakan cita-cita “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.” Dalam konteks krisis ekologis dan eksploitasi tambang, tanggung jawab ini harus diwujudkan dalam bentuk:
1. Advokasi struktural terhadap kebijakan tambang yang tidak adil.
2. Pendidikan kritis kader melalui Latihan Kader (LK) tentang Islam dan lingkungan.
3. Aliansi gerakan rakyat bersama masyarakat adat, LSM lingkungan, dan organisasi pemuda lain.
4. Produksi wacana tandingan terhadap narasi pembangunan yang pro-ekstraktif.

HMI bukan hanya organisasi mahasiswa, tetapi juga pewaris semangat pembebasan Islam. Ketika negara dan korporasi menyatu dalam eksploitasi, maka HMI wajib menjadi suara kebenaran—bukan penonton apalagi pelayan status quo.

 

Penutup

Tambang bukan jalan Tuhan ketika dijalankan dengan cara yang merusak, menindas, dan memiskinkan rakyat. Komodifikasi alam adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah Ilahi dan konstitusi bangsa. HMI tidak boleh diam. Dalam krisis lingkungan ini, HMI ditantang untuk memilih: berdiri bersama rakyat dan bumi, atau diam dalam kemewahan retorika. Perjuangan ekologis adalah bagian dari jihad sosial—jalan panjang menuju keadilan sejati.

 

Daftar Pustaka
• Auda, Jasser. (2020). Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach. IIIT.
• Financial Times. (2025). Indonesia launches rare crackdown on nickel mines in ‘last paradise’.
• Greenpeace Indonesia. (2025). Laporan Darurat Lingkungan Raja Ampat.
• Nasr, Seyyed Hossein. (1996). Man and Nature: The Spiritual Crisis in Modern Man. ABC International Group.
• QS. Al-A’raf: 56; QS. Ar-Rum: 41.
• Reuters. (2025, June 10). Indonesia revokes nickel ore mining permits in Raja Ampat after protest.
• WALHI. (2024). Tinjauan Kritis atas Pemberian Izin Tambang kepada Ormas dan Aparat Negara.
• Himpunan Mahasiswa Islam. (1947). Mukaddimah Konstitusi HMI.