Kasus Wilmar 11,8 T: Skandal Mega Korupsi jadi Ujian Komitmen Bangsa Lawan Oligarki, HMI harus Hadir sebagai Garda Terdepan Keadilan !

Penulis : Mohamad Isyamudin Kader HMI Cabang Ciputat

insanimedia.id – Pada bulan Juni 2025, Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyita dana sebesar Rp11,880 triliun dari lima anak perusahaan milik Wilmar Group, salah satu perusahaan agribisnis terbesar di Asia. Langkah hukum ini merupakan bagian dari proses penyelidikan dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor crude palm oil (CPO) yang terjadi sepanjang tahun 2021 hingga 2022.

Di saat yang sama, Kejaksaan juga membongkar skandal suap hakim senilai Rp60 miliar yang diduga dilakukan untuk mendapatkan vonis bebas atas gugatan sebelumnya.

Kasus ini bukan hanya mencerminkan bobroknya tata kelola sektor industri strategis di Indonesia, tetapi juga memperlihatkan betapa seriusnya ancaman oligarki ekonomi terhadap sistem hukum nasional. Di tengah semakin lemahnya komitmen pemberantasan korupsi, kasus ini menjadi ujian nyata bagi integritas dan keberanian bangsa dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Kronologi Kasus dan Penyitaan Triliunan Rupiah

Kejaksaan Agung menemukan bahwa Wilmar dan beberapa perusahaan sawit lainnya diduga telah melanggar kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dalam pengajuan izin ekspor CPO. Saat krisis minyak goreng melanda Indonesia pada tahun 2022, perusahaan-perusahaan ini tetap mengekspor CPO dalam jumlah besar tanpa memenuhi kewajiban pasokan dalam negeri, yang menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga.

Kelima entitas yang terkait dan nilai dana yang disita adalah:

• PT Multimas Nabati Asahan: Rp3,997 triliun

• PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp7,302 triliun

• PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57,3 miliar

• PT Multinabati Sulawesi: Rp39,8 miliar

• PT Sinar Alam Permai: Rp484,4 miliar

Penyitaan ini merupakan salah satu penyitaan terbesar sepanjang sejarah hukum Indonesia dan menjadi bukti adanya kerugian negara yang sangat besar akibat praktik bisnis yang melanggar hukum dan merugikan rakyat.

Suap Hakim: Penghinaan Terhadap Keadilan

Lebih memperparah keadaan, Kejaksaan mengungkap adanya upaya suap kepada majelis hakim yang mengadili kasus ini di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Salah satu pegawai Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga ikut dalam skema penyuapan senilai Rp60 miliar.

Uang suap ini mengalir melalui jaringan pengacara dan panitera kepada beberapa hakim yang menangani perkara. Tujuannya: mempengaruhi vonis agar membebaskan perusahaan-perusahaan besar dari hukuman pidana, meskipun kerugian negara sudah jelas dan terukur. Fakta ini menunjukkan betapa sistem hukum kita sedang dilumpuhkan oleh kekuatan modal dan kepentingan bisnis besar.

Refleksi: Di Mana Komitmen Antikorupsi Kita ?

Kasus Wilmar harus menjadi cermin besar bagi seluruh elemen bangsa. Di satu sisi, Kejaksaan telah menunjukkan langkah progresif dengan keberanian menyita uang perusahaan besar dan mengungkap suap di tubuh peradilan. Namun, langkah ini belum cukup untuk membuktikan bahwa Indonesia serius dalam pemberantasan korupsi.

Mengapa ?

Karena praktik suap dan pelanggaran hukum oleh korporasi bukan hal baru. Yang menjadi masalah adalah ketiadaan efek jera dan lemahnya sistem pencegahan. Apalagi bila penegak hukum sendiri bisa disuap, maka rakyat akan terus menjadi korban dari skema yang hanya menguntungkan segelintir elite ekonomi dan politik.

Peran Strategis HMI: Menjadi Benteng Moral Bangsa

Dalam konteks ini, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi kader dan gerakan moral harus mengambil peran lebih aktif. Komitmen HMI terhadap nilai keadilan sosial, kejujuran, dan pemberantasan kemungkaran harus dijalankan dalam bentuk konkret:

1. Kampanye Transparansi Ekspor dan Reformasi DMO

HMI dapat mengadvokasi evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan DMO dan proses perizinan ekspor CPO. Harus ada mekanisme transparansi berbasis data yang bisa diakses publik.

2. Pengawalan Kasasi di Mahkamah Agung

HMI harus menjadi bagian dari gerakan masyarakat sipil yang mengawal proses kasasi, memastikan bahwa Mahkamah Agung tidak tunduk pada tekanan politik atau ekonomi.

3. Pendidikan Antikorupsi dan Gerakan Mahasiswa

Melalui pelatihan kader, diskusi publik, serta kolaborasi dengan LSM antikorupsi, HMI bisa menjadi pusat pembentukan karakter kader bangsa yang antisuap dan menjunjung tinggi nilai keadilan.

4. Aksi Moral dan Konsolidasi Nasional

Kasus Wilmar bisa dijadikan momen konsolidasi organisasi mahasiswa secara nasional. HMI bisa menggagas gerakan moral mahasiswa lintas kampus dan organisasi untuk menolak intervensi korporasi dalam proses hukum.

Penutup

Kasus Wilmar bukan sekadar angka Rp11,8 triliun atau suap Rp60 miliar. Ini adalah alarm besar bahwa bangsa ini sedang dalam ancaman serius. Ketika hukum bisa dibeli dan keadilan bisa diatur oleh kekuatan modal, maka rakyat akan terus menderita dalam sistem yang timpang dan tidak adil.

HMI harus berdiri sebagai kekuatan moral, intelektual, dan politik yang menjaga nyala semangat reformasi dan keadilan. Di tengah krisis integritas, HMI harus hadir sebagai penjaga nurani bangsa—menolak kompromi, menolak diam, dan terus menyuarakan yang benar meski tidak populer.

Referensi:

• Reuters (2025). Indonesia seizes $725 mln from Wilmar Group in palm oil graft case.

• Kompas.com (2025). Kejagung Sita Rp11,8 Triliun dari Wilmar.

• Tempo.co (2025). Pegawai Wilmar Terlibat Skandal Suap Hakim Rp60 Miliar.

• DetikFinance (2025). Kejagung Bongkar Skema Korupsi dan Suap CPO.