Ajakan Kolaboratif SEMMI kepada LawSpot_Connection: Mendesak Reformasi Pemberdayaan penduduk dan Perlindungan Anak di Jakarta

Penulis : Ahmad Hilal Kabid Infokom Lawspot_Connection

insanimedia.id – Peringatan ulang tahun ke-498 Kota Jakarta, Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Cabang Jakarta Timur menyampaikan inisiatif penting. SEMMI mengajak LawSpot_Connection, sebuah komunitas mahasiswa hukum progresif, untuk bersama-sama mendorong reformasi kebijakan perlindungan perempuan dan anak di ibu kota.

Langkah ini lahir dari keprihatinan mendalam terhadap ketimpangan sosial yang terus terjadi di balik kemajuan infrastruktur dan digitalisasi Jakarta. Perempuan dan anak terutama di lingkungan padat dan miskin masih menjadi kelompok yang kerap terabaikan dalam implementasi kebijakan.

Melalui ajakan ini, SEMMI berharap kolaborasi dengan LawSpot_Connection dapat memperkuat basis legal, akademis, dan advokatif dalam proses audiensi serta dalam mendorong pembenahan struktural di tubuh Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta.

Respons Positif dari LawSpot_Connection

Ajakan kolaborasi ini disambut dengan antusias oleh pihak LawSpot_Connection. Direktur komunitas tersebut yang Juga Aktif didunia Aktivis Mohamad Isyammudin S.H, C.NS.

Lawspot_Connection melihat inisiatif ini sebagai langkah strategis. Pemberdayaan penduduk dan perlindungan penduduk bukan hanya soal program sosial, tetapi bagian dari integritas sistem hukum dan tanggung jawab negara. Lawspot_Connection siap terlibat dalam menyusun rekomendasi kebijakan berbasis hukum dan keadilan sosial.

Kolaborasi ini akan difokuskan pada tiga bentuk konkret:

1. Kajian regulatif terhadap tugas dan fungsi PPAPP berdasarkan UU dan Perda DKI Jakarta;

2. Penyusunan naskah advokasi hukum dalam rangka audiensi;

3. Pendampingan hukum terhadap potensi kasus atau aduan yang muncul di komunitas perempuan dan anak.

Lima Masalah Struktural yang Mendesak Ditangani PPAPP DKI Jakarta

Ajakan ini muncul bukan dalam ruang hampa, melainkan didorong oleh realitas lapangan yang mengindikasikan kelemahan sistemik dalam perlindungan dan pemberdayaan kelompok rentan. Lima masalah utama berikut menjadi dasar pentingnya reformasi kebijakan:

1. Perempuan Kepala Keluarga Terabaikan

Di wilayah seperti Tambora dan Cakung, banyak perempuan menjadi pencari nafkah utama. Namun, mereka tidak masuk dalam skema prioritas pelatihan keterampilan, bantuan UMKM, atau penguatan ekonomi rumah tangga.

Masalah utama:

• Absennya sistem data prioritas perempuan kepala keluarga di kelurahan;

• Seleksi program yang tidak berbasis kebutuhan faktual;

• Peran mereka dalam PKK atau RPTRA belum diorganisasi secara strategis.

2. Anak Miskin Rentan Putus Sekolah dan Eksploitasi

Masih banyak anak yang turun ke jalan untuk mengamen atau mengemis demi membantu ekonomi keluarga. Di sisi lain, PPAPP belum menghadirkan program pendidikan informal yang mampu menjangkau mereka.

Masalah utama:

• Tidak ada inisiatif pendidikan alternatif berbasis komunitas dari PPAPP;

• Koordinasi lintas dinas (pendidikan, sosial) tidak berjalan optimal;

• Pos SAPA belum menyasar anak drop-out sebagai prioritas penanganan.

3. Program Kemandirian Perempuan Tidak Merata

Program pelatihan seperti Jakpreneur atau pelatihan keterampilan masih dominan tersentralisasi dan belum menyentuh kawasan kumuh atau padat penduduk.

Masalah utama:

• Tidak ada pemetaan wilayah miskin perempuan;

• RPTRA tidak dioptimalkan sebagai pusat pelatihan ekonomi lokal;

• Minimnya fasilitator lapangan atau kader komunitas terlatih.

4. Fungsi RPTRA Menurun

RPTRA seharusnya menjadi ruang pemberdayaan keluarga dan penguatan komunitas. Namun, fungsi tersebut melemah seiring absennya program rutin dan kurangnya integrasi kegiatan.

Masalah utama:

• Tidak ada agenda pelatihan keluarga miskin secara berkelanjutan;

• Tidak ada sistem digitalisasi informasi kegiatan RPTRA;

• Dominasi fungsi seremonial menggeser fungsi komunitas.

5. Pos SAPA Tidak Aktif dan Tidak Merata

Pos SAPA sebagai sarana pengaduan dan perlindungan korban kekerasan belum berjalan optimal. Banyak yang tidak aktif dan tidak memiliki pendamping profesional.

Masalah utama:

• Tidak ada sistem monitoring dan evaluasi keberlanjutan Pos SAPA;

• Ketiadaan psikolog, paralegal, atau pendamping hukum;

• Sosialisasi minim, sehingga masyarakat tidak tahu tempat mengadu.

Refleksi di Usia 498 Tahun Jakarta: Saatnya Kebijakan Sosial yang Progresif

Ulang tahun ke-498 Jakarta bukan sekadar momentum perayaan. Ini adalah titik refleksi: apakah pembangunan yang selama ini dijalankan benar-benar menyentuh kelompok rentan? Apakah hak-hak dasar perempuan dan anak telah dijamin melalui kebijakan yang fungsional?

Melalui kerja sama SEMMI dan LawSpot_Connection, diharapkan proses audiensi dan advokasi ini menjadi batu loncatan penting untuk memperkuat akuntabilitas dan keadilan dalam tata kelola perlindungan sosial di Jakarta. Kolaborasi ini juga menegaskan peran mahasiswa hukum tidak hanya sebagai pengamat, tapi sebagai penggerak perubahan struktural.

Jakarta tidak bisa disebut kota maju jika perempuan sebagai kepala keluarga tetap luput dari perhatian. Selain itu, jika anak jalanan tidak memiliki akses pendidikan, dan jika korban kekerasan tidak memiliki ruang aman untuk mengadu. Oleh karena itu, reformasi kebijakan PPAPP bukan pilihan, tetapi kebutuhan mendesak.(Oby)