KRPK Ungkap Urgensi Penempatan TNI di Kejati dan Kejari, Bukan Militerisasi tapi Penguatan Kelembagaan

‎‎Blitar, insanimedia.id- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terkait kebijakan penempatan personel TNI di kantor-kantor kejaksaan di seluruh Indonesia. Kebijakan ini menyusul sorotan publik terhadap wacana tersebut belakangan ini.

‎Menanggapi hal tersebut, Ketua Komite Rakyat Pemberantasan Korupsi (KRPK), Triyanto, memberikan pandangannya terhadap rencana penempatan TNI di Kejati dan Kejari.

‎Triyanto menilai penempatan anggota TNI di Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) perlu dilihat secara objektif dalam konteks sistem ketatanegaraan dan kondisi sosial-politik saat ini.

‎Ia menjelaskan bahwa meskipun Indonesia menganut supremasi sipil, konstitusi juga mengakui peran militer dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

‎”Tanggapan terhadap kebijakan ini seharusnya tidak dikurung dalam dikotomi sipil versus militer, melainkan dilihat sebagai respons negara terhadap kerentanan strategis dalam sektor penegakan hukum,” ujarnya pada Kamis (15/05/2025).

‎Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa ketika Kejaksaan menghadapi potensi ancaman atau tekanan dari kekuatan non-negara seperti oligarki, mafia hukum, atau aktor kriminal terorganisir, maka negara memiliki legitimasi untuk menugaskan institusi yang secara konstitusional memiliki mandat menjaga stabilitas nasional.

‎”Dengan demikian, penempatan TNI bukan merupakan militerisasi penegakan hukum, melainkan strategi penguatan kelembagaan negara dalam konteks darurat struktural, dengan syarat prinsip demokrasi, akuntabilitas, dan proporsionalitas tetap dijaga,” tegasnya.

‎Ia juga memaparkan tiga urgensi di balik penempatan anggota TNI di Kejati dan Kejari. Pertama, dimensi keamanan strategis, di mana kehadiran TNI diharapkan memberi efek jera terhadap ancaman non-konvensional.

‎Kedua, dimensi sosiologis dan kepercayaan publik, dengan harapan keterlibatan TNI dapat memulihkan keyakinan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi, merujuk pada tingginya kepercayaan publik terhadap TNI dalam survei LSI Denny JA (2019).

‎Ketiga, dimensi tata kelola negara dan filosofi konstitusional, di mana sinergi antar elemen negara, termasuk TNI sebagai unsur subsidiary, diperlukan saat lembaga lain melemah.(Bim)